Kategori
Indonesia

Pengaruh Portugis di kabupaten Sikka, Pulau Flores, Indonesia

This post is also available in: English

Ditulis oleh : Fransisco Soarez Pati, S.H

Email: fransisco78@gmail.com

Foto oleh Fransisco Soarez Pati, S.H

Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menaklukan sejumlah wilayah di Nusantara. Wilayah yang ditaklukan Portugis tersebut kemudian direbut oleh Belanda dengan cara perang, negosiasi, tipu muslihat, adu domba hingga jual beli berkedok pertukaran wilayah kolonial. Wilayah-wilayah yang diperebutkan oleh Portugis dan Belanda ini kemudian hari menjadi bagian dari sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kehadiran bangsa Portugis pada abad ke XV hingga abad ke XVII di sejumlah wilayah Nusatara antara lain Aceh, Jawa, Ternate, Tidore, Makasar, Manado, Solor, Adonara, Alor dan sekitarnya, pulau Timor serta Flores pada umumnya khusus kabupaten Sikka, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia tidak terlepas dari misi bangsa kolonial Portugis saat itu yaitu Feitaria, fortaleza, a Igreja yang artinya perdagangan, dominasi militer dan evangelisasi.Dalam versi bahasa Inggris Feitaria, Fortaleza, a Igreja kemudian ditafsirkan menjadi Gold, Glory, Gospel.

Di Kabupaten Sikka, pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur selain kampung Sikka dan Paga yang telah dikenal secara luas sebagai bekas wilayah kolonial Portugis yang bahkan diatur dalam sebuah perjanjian yang bernama Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portuguese E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor yang artinya Perjanjian Demarkasi Dan Pertukaran Beberapa Kepemilikan Portugis dan Belanda Di Kepulauan Solor dan Timor yang ditandatangani Dom Pedro V dan Mauricio Helderwier tanggal 20 April 1859, ternyata masih terdapat sejumlah tempat lainnya yang setidak-tidaknya pernah mendapat pengaruh Portugis seperti kecamatan Bola dan kecamatan Kewapate serta sebuah sumber air tawar di pinggir pantai utara pulau Flores yang bernama Wair Noke Rua yang artinya Mata Air Santo. Berjarak 12 km dari kota Maumere ke arah utara Pulau Flores tempat tersebut diyakini sebagai tempat yang disinggahi oleh Santo Fransiskus Xaverius dalam pelayaran dari Ternate ke Malaka saat itu untuk mengisi perbekalan.

Meski saat ini tidak ada lagi penjajahan di seluruh dunia, namun jejak dan pengaruh Portugis di Kabupaten Sikka dapat ditemukan hingga saat ini, yaitu Gereja Tua di desa Sikka, sejumlah benda pusaka yang dibawa oleh Raja Dom Alexius Ximenes da Silva dari Malaka seperti helm, dua kalung, tongkat kerajaan yang semuanya terbuat dari emas. Pusaka tersebut diberikan oleh Portugis ketika menobatkan Dom Alexius Ximenes da Silva sebagai raja. Sebagai bentuk terima kasih, Portugis kemudian memberikan sejumlah barang tersebut beserta hak hegemoni parsial di dan sekitar Sikka. Selain itu pun terdapat sebuah tanah kosong yang diyakini masyarakat di Paga sebagai tempat didirikannya Gereja oleh Portugis yang oleh masyarakat setempat disebut Gereja Manu, sebuah batu kuburan tempat yang diyakini sebagai tempat pemakaman 2 orang portugis, tari Bobu dan meriam portugis di Paga.

Grave stone, is believed to be the burial place of 2 Portuguese people who were beheaded by Anthony Da Costa or Mamo Ndona. Photo Fransisco Soarez Pati, S.H,
Grave stone, is believed to be the burial place of 2 Portuguese people who were beheaded by Anthony Da Costa or Mamo Ndona. Photo Fransisco Soarez Pati, S.H,

Di Kabupaten Sikka juga terdapat sebuah batu karang di pesisir selatan laut Sawu di kecamatan Bola. Pada abad XVI Portugis menancapkan sebuah salib diatas batu karang tersebut yang oleh qarga setempat disebut Watu Cruz (Batu Salib), juga nama kecamatan Queva – Pantai (Kewapante) dan marga-marga Portugis seperti Da Gama, Da Silva, Da Gomez, Da Cunha, Da Lopez, Da Costa, Da Rato, Parera, Fernandez, Carwayu (Carvalho), Rodriquez, Kondi (Conde) serta sejumlah nama panggilan seperti Samador (Semeador), Don, Ximenes, Menina, Soares, Alvares, Tavares, Pedro, Jasinta, Jose, Maria, Edmundus (Edmundo), et cetera.

Salah satu warisan peninggalan Portugis yang telah menyatu dengan budaya masyarakat kabupaten Sikka hingga saat ini adalah penggunaan sejumlah kosa kata dalam komunikasi sehari-hari dalam bahasa daerah Sikka (Krowe) yang dituturkan secara turun temurun sejak abad kelima belas.

Sejumlah kosakata Portugis yang telah menyatu dengan budaya masyarakat kabupaten sikka antara lain Misa artinya perayaan Ekaristi dalam liturgi Katolik, Gereja dari kata Igreja, Cruz dari kata Cruz artinya Salib, Sumana dari kata Semana artinya Pekan, Semana Santa dari kata Semana Santa artinya Pekan Suci, Segunda dari kata Segunda artinya Senin, Terça-feira dari kata Terça-feira artinya Selasa, Quarta dari kata Quarta artinya Rabu, Quinta dari kata Quinta artinya Kamis, Sesta dari kata Sexta Feira artinya Jumat, Sabut dari kata Sábado artinya Sabtu, Duminggu dari kata Domingo artinya Minggu, Seu dari kata Ceu artinya Surga, Anjo dari kata Anjo artinya Malaikat, Anjo Da Guarda dari kata Anjo Da Guarda artinya malaikat pelindung, Plender dari kata Aprender artinya belajar, Jentiu dari kata Gentios (non-Yahudi). Dalam bahasa Sikka “jentiu” diidentikan dengan orang yang malas ke Gereja, kemudian santa dari kata Santa artinya orang kudus/suci (untuk perempuan), Santo dari kata Santo artinya orang kudus/suci (untuk laki-laki), Bola dari kata Bola artinya bola, Siruwisu dari kata Serviço artinya melayani dalam arti mata pencaharian atau pekerjaan, Kadera dari kata Cadeira artinya kursi, lemari dari kata Almario, Armada dari kata Armada, bendera dari kata Bandeira, Violin dari kata violin, boneka dari kata Boneca, Dadu dari kata Dados, Dansa dari kata Dança a, Kama dari kata Cama artinya tempat tidur, Ganco dari kata Gancho, Jendela dari kata Janela, kemeja dari kata Camisa, kertas dari kata Carta, lentera dari kata lenterna, meja dari kata Mesa, mentega dari kata Manteiga, Nona dari kata dona artinya nona, permisi dari kata Permissão, pesta dari kata festa, sabang dari kata dari kata Sabão artinya sabun, serdadu dari kata Soldado, terigu dari kata Trigo, tinta dari kata Tinta, Lesu dari kata Lenço artinya sapu tangan, Bako dari kata tabaco artinya rokok, Tapioca dari kata Tapioca, sepatu dari kata Sapato artinya sapato, Salto dari kata salto, Rosario dari kata Rosario, pesir dari kata Passear which artinya jalan-jalan, Peniti dari kata Alfinete, markisa dari kata Maracujá, mandor dari kata Mandador, Martir dari kata Mártir, Kapitan dari kata capitão, Gudang dari kata gudão, Botir dari kata botelha artinya botol, Aula dari kata Aula artinya hall, Akta dari kata Acta, Politik dari kata Politico, Maitua dari kata Mãe artinya ibu (dikhususkan kepada pemudi), Paitua dari kata Pai artinya father (dikhususkan kepada pemuda), Tripleks dari kata Triplex artinya triplex, Ara dari kata Arroz artinya nasi, garpu dari kata Garfo dan terakhir Mate dari kata Morto artinya mati.

Vacant land is a former Portuguese Church,The Paganess believe in this place the Catholic Church was built in the 17th century. Now the Church building is no longer.  Photo Fransisco Soarez Pati, S.H,
Vacant land is a former Portuguese Church,The Paganess believe in this place the Catholic Church was built in the 17th century. Now the Church building is no longer. Photo Fransisco Soarez Pati, S.H,

Selain itu salah satu warisan bangsa kolonial Portugis yang sangat mengakar di tengah kehidupan masyarakat Kabupaten serta masyarakat pulau Flores, Indonesia adalah agama Katolik. perjalanan agama Katolik di pulau Flores, Solor, Adonara, Lembata dan sekitarnya memiliki bentang sejarah yang Panjang. Pada saat terjadi negosiasi untuk menindaklanuti kesepakatan penjualan wilayah kolonial Portugis di seluruh Pulau Flores, Timor Barat, Solor, Adoara, Alor dan Pantar yang kemudian dikenal dengan nama Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portuguese E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor yang artinya Perjanjian Demarkasi Dan Pertukaran Beberapa Kepemilikan Portugis dan Belanda Di Kepulauan Solor dan Timor yang ditandatangani Dom Pedro V dan Mauricio Helderwier tanggal 20 April 1859, Parlemen Belanda menyampaikan keberatannya karena di dalam perjanjian tersebut Portugis tidak memberikan kebebasan kepada Belanda untuk membawa misi Protestan (Zendeling) di pulau Flores dan sekitarnya. Dilain pihak Portugis tetap pada pendiriannya bahwa agama Katolik yang sudah diperkenalkan kepada masyarakat di Flores dan sekitarnya harus tetap menjadi agama masyarakat.

Sebagai gantinya Belanda diberi kekebasan untuk menjalankan misi protestan di wilayah pulau Timor bagian barat dan pulau-pulau sekitarnya. Penyebaran agama Protestan dapat dilhat dari identitas warga provinsi Nusa Tenggara Timur di wilayah pulau Timor bagian barat yaitu sebagian kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Sabu, Rote, Sumba dan kepulauan Alor yang mayoritas masyarakat modern saat ini beragama Protestan. Sedangkan masyarakat Flores, Solor, Adonara, Lembata dan pulau-pulau sekitar beragama Katolik.

Karel Steenbrink dalam bukunya berjudul Orang-Orang Katolik Di Indonesia, Jilid I, penerbit Ledalero, Maumere, mengemukakan bahwa prinsip bangsa kolonial Portugis saat itu adalah “bendera boleh ganti, tetapi agama tidak boleh diubah. Katolik Roma harus dipertahankan seperti sebelumnya” (O catolicismo Romano deve ser preservado como antes). Agama Katolik kemudian mengakar di tengah masyarakat kabupaten Sikka pada khususnya dan masyarakat pulau Flores dan sekitarnya pada umumnya dan tetap menjadi agama mayoritas masyarakat. Tanpa Portugis masyarakat pulau FLores, Solor, Adonara, Lembata di Indonesia mungkin tidak akan mengenal agama Katolik saat ini. (Sem os Portugueses, o povo das ilhas das Flores, Solor, Adonara e Lembata em Indonesia talvez não saber do catolicismo hoje).

DAFTAR PUSTAKA :

  • (1861), Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portuguese E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor, Entre Sua Magistrade El-Rei De Portugal E Sua Magistade El Rei De Paizes Baixos, Assignado Em Lisboa Pelos 20 Abril, 1859
  • António d’Oliveira Pinto da França, Pengaruh Portugis Di Indonesia, Cetakan Pertama, PT. Penebar Swadaya, , 2000, diterjemahkan oleh Katoppo dari judul asli “Portuguese Influenced in Indonesia”, Calouste Gulbenkian Foundation, Lisabon, 1985
  • Joaquim Magalhães de Castro, Lautan Rempah Peninggalan Portugis di Nusantara, PT. Elexmedia Computindo, 2019
  • Karel Steenbrink, Orang-Orang Katolik Di Indonesia, 1808-1942, Sebuah Profil Sejarah, Jilid I, Penerbit Ledalero, Cetakan I, April, 2006.

This post is also available in: English